Kabinet baru ini terdiri dari 24 menteri, sebagian besar adalah para ahli yang diharapkan dapat bekerja sama lintas partai untuk membangun kembali Lebanon yang tengah menghadapi krisis. Menariknya, anggota milisi Syiah pro-Iran, Hizbullah, tidak termasuk dalam pemerintahan baru ini.
Tanda Melemahnya Hizbullah
Sesuai konstitusi, perdana menteri baru adalah seorang Muslim Sunni. Nawaf Salam, yang sebelumnya menjabat sebagai Presiden Mahkamah Internasional di Den Haag, dianggap sebagai sosok netral. Pemilihannya dianggap sebagai indikasi melemahnya pengaruh politik Hizbullah di parlemen Lebanon.
PBB menyambut baik terbentuknya pemerintahan baru ini. Utusan Khusus PBB, Jeanine Hennis-Plasschaert, menyatakan bahwa ini menandai awal yang baru bagi Lebanon.
PM Salam berkomitmen untuk membawa Lebanon keluar dari krisis ekonomi. Dalam pidato yang disiarkan televisi, ia menekankan bahwa "reformasi adalah satu-satunya jalan menuju keselamatan." Salam juga bertekad untuk memulihkan kepercayaan warga dan masyarakat internasional terhadap Lebanon.
Lebanon telah mengalami krisis politik dan ekonomi yang berkepanjangan, yang menyebabkan penurunan daya beli masyarakat. Kebuntuan politik berlangsung sejak 2022, ketika partai-partai di parlemen gagal membentuk koalisi.
Tugas Berat di Depan
Pemerintahan baru di Beirut menghadapi tantangan besar dalam menggulirkan reformasi untuk menarik dana dari donor internasional, mengawasi gencatan senjata dengan Israel, dan membangun kembali infrastruktur negara. Salam berharap agar pemerintahannya dapat menjadi simbol reformasi dan keselamatan.
Namun, sebelum menjalankan kekuasaan, Salam harus mendapatkan persetujuan parlemen untuk kabinetnya dalam waktu 30 hari. Parlemen Lebanon yang terdiri dari 128 anggota didominasi oleh partai-partai tradisional berbasis sektarian. Sidang pertama pemerintah dijadwalkan pada Selasa (11/2) pagi.
Posting Komentar