Trump menyatakan keinginannya untuk menjadikan Jalur Gaza sebagai proyek pembangunan yang besar, dengan rencana untuk meratakan area yang hancur dan menciptakan ribuan lapangan kerja. Ia mengklaim bahwa langkah ini akan membawa stabilitas yang sangat dibutuhkan di Timur Tengah.
“Jalur Gaza akan diserahkan kepada Amerika Serikat oleh Israel setelah konflik dengan Hamas berakhir,” ujar Trump melalui media sosialnya, Truth Social.
Ide ini segera mendapatkan reaksi keras dari berbagai pihak. Presiden Palestina Mahmoud Abbas menolak tegas rencana tersebut, menegaskan bahwa Palestina tidak akan melepaskan hak atas tanah mereka. Abbas menyatakan bahwa Jalur Gaza adalah bagian integral dari negara Palestina, bersama dengan Tepi Barat dan Yerusalem Timur.
Hamas juga mengutuk rencana Trump, dengan pejabat seniornya, Sami Abu Zuhri, menyebutnya sebagai upaya untuk mengusir warga Palestina dari tanah air mereka. “Kami melihat ini sebagai resep untuk kekacauan dan ketegangan,” katanya.
Negara-negara di kawasan, termasuk Arab Saudi, Mesir, dan Yordania, juga menyatakan penolakan terhadap ide Trump. Menteri Luar Negeri Mesir, Badr Abdelatty, menekankan pentingnya rekonstruksi Jalur Gaza tanpa mengusir penduduk Palestina. Sementara itu, Raja Yordania Abdullah II menegaskan bahwa upaya untuk mengambil alih wilayah Palestina tidak dapat diterima.
Negara-negara lain, seperti Uni Emirat Arab, Turki, Indonesia, dan Malaysia, serta kekuatan global seperti Inggris, Prancis, Jerman, China, dan Rusia, juga menyuarakan penentangan terhadap ide tersebut.
Ide kontroversial Trump mengenai Jalur Gaza menimbulkan ketegangan baru dalam hubungan internasional dan menunjukkan betapa kompleksnya isu Palestina. Penolakan yang kuat dari berbagai pihak menegaskan bahwa solusi terhadap konflik ini harus melibatkan dialog dan penghormatan terhadap hak-hak rakyat Palestina.
Posting Komentar