Bali: Keindahan Wisata yang Tersembunyi di Balik Kesenjangan Upah

TRAVEL - Bali dikenal sebagai destinasi wisata yang menawan, dipenuhi dengan resor mewah, restoran kelas atas, dan kehidupan malam yang meriah. Namun, di balik pesonanya, terdapat realitas pahit yang dihadapi oleh para pekerja lokal.

Meskipun Bali menarik jutaan wisatawan setiap tahun, upah minimum di pulau ini tetap rendah, tidak sebanding dengan biaya hidup yang terus meningkat. Menurut Ida Bagus Raka Suardana, Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis di Universitas Pendidikan Nasional (Undiknas) Denpasar, ketidakcocokan antara upah dan biaya hidup adalah masalah serius yang mengganggu kesejahteraan masyarakat.

Untuk tahun 2025, Pemerintah Provinsi Bali telah menetapkan Upah Minimum Provinsi (UMP) sebesar Rp 2.996.561 per bulan, meningkat 6,5% dari tahun sebelumnya. Namun, biaya hidup di Bali bervariasi, mulai dari Rp 2,5 juta hingga Rp 30 juta per bulan, tergantung pada gaya hidup dan lokasi.

Tantangan Hidup yang Berat

"Bagi mereka yang hanya mengandalkan UMP, memenuhi kebutuhan sehari-hari menjadi tantangan tersendiri," jelas Raka. Banyak pekerja di Bali juga terjebak dalam sektor informal dan pariwisata musiman, yang membuat pendapatan mereka tidak stabil dan minim perlindungan.

Raka menekankan bahwa kebijakan UMP saat ini tidak mencerminkan kenyataan di lapangan. Dia mendesak pemerintah untuk menerapkan pendekatan yang lebih komprehensif, termasuk penyesuaian upah berdasarkan kebutuhan hidup layak dan pelatihan bagi pekerja di sektor informal.

Raka juga menyoroti ketimpangan dalam distribusi keuntungan pariwisata. Banyak keuntungan dari industri ini dinikmati oleh investor besar, baik dari dalam maupun luar negeri, sementara masyarakat lokal hanya mendapatkan posisi yang paling rendah dengan upah minimum.

"Ini bukan hanya masalah ekonomi, tetapi juga keadilan sosial. Meskipun Bali bersinar di mata dunia, banyak penduduknya yang berjuang untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari," tambahnya.

Beban Tradisi dan Biaya Hidup

Di samping tantangan ekonomi, masyarakat Bali juga harus menjaga tradisi dan melaksanakan upacara adat, yang memerlukan biaya tinggi. Raka mencatat bahwa pengeluaran ini sering kali tidak diperhitungkan dalam kebijakan ekonomi formal.

"UMP Bali 2025 masih jauh dari cukup untuk mengimbangi kenaikan harga kebutuhan pokok dan biaya sewa tempat tinggal. Ironisnya, saat sektor pariwisata menunjukkan kemewahan, banyak pekerjanya yang hidup dalam keterbatasan," tutup Raka.

Posting Komentar