Pendaki Gunung Lawu Mengantarkan Mbok Yem ke Peristirahatan Terakhir

TRAVEL - Malam tadi, suasana haru menyelimuti Pemakaman Umum (TPU) Desa Gonggang, Poncol, Magetan, saat ratusan pendaki berkumpul untuk memberikan penghormatan terakhir kepada Mbok Yem, sosok legendaris yang dikenal sebagai pemilik warung di puncak Gunung Lawu. Pemakaman berlangsung dengan khidmat dan selesai sekitar pukul 21.00 WIB, dihadiri oleh banyak pendaki yang merasa kehilangan sosok yang telah menjadi bagian dari perjalanan mereka.

Mbok Yem, yang bernama asli Wakiyem, meninggal dunia pada usia 82 tahun di kediamannya di Dusun Dagung, Desa Gonggang. Ia menghembuskan nafas terakhir setelah menjalani perawatan di RS Ponorogo. Dalam beberapa tahun terakhir, Mbok Yem telah menjadi ikon bagi para pendaki yang menjadikan warungnya sebagai tempat singgah untuk beristirahat dan mendapatkan semangat sebelum melanjutkan pendakian.

Rina, seorang pendaki asal Ponorogo, adalah salah satu dari sekian banyak orang yang merasakan dampak positif dari kehadiran Mbok Yem. Ia mengaku telah mendaki Gunung Lawu sebanyak enam kali dan setiap kali mendaki, Mbok Yem selalu menyambutnya dengan hangat.

"Setiap kali mendaki, saya selalu bertemu Mbok Yem. Dia bukan hanya sekadar penjual makanan, tetapi sudah seperti nenek bagi saya. Selalu memberikan semangat dan nasihat yang menenangkan," ungkap Rina, mengenang momen-momen indah tersebut. Pernyataan ini dikutip dari detikJateng, Rabu (23/4/2025).

Rina merasa bersyukur karena sempat menjenguk Mbok Yem saat dirawat di RSI Aisyiyah Ponorogo. Dalam momen tersebut, ia mengingat betapa Mbok Yem selalu berusaha memberikan semangat kepada semua orang di sekitarnya, bahkan saat dirinya sendiri sedang sakit.

"Alhamdulillah, saya masih diberikan kesempatan untuk bertemu dan merawatnya saat sakit. Sekarang, Mbok Yem sudah tidak menderita lagi. Ini adalah kehilangan yang sangat besar bagi kami semua," tambah Rina sambil menahan isak tangis.

Pesan-pesan bijak dari Mbok Yem selalu teringat di benak Rina. Salah satunya adalah saat ia mendaki pada malam hari dan merasa putus asa. Mbok Yem memberikan motivasi agar tetap bersemangat meskipun dalam keadaan sulit.

"Saya pernah mendaki pada pukul 23.00 WIB, merasa sangat lelah dan ingin menyerah. Namun, Mbok Yem mengingatkan saya untuk tetap kuat dan semangat. Itu adalah momen yang tidak akan pernah saya lupakan," kenangnya.

Keberadaan Mbok Yem di puncak Gunung Lawu bukan hanya sekadar warung, tetapi juga menjadi tempat berkumpulnya para pendaki untuk berbagi cerita dan pengalaman. Ia selalu siap mendengarkan dan memberikan dukungan kepada siapa saja yang datang. Tradisi Mbok Yem turun dari Gunung Lawu biasanya dilakukan menjelang Lebaran, namun karena kondisi kesehatannya yang menurun sejak Februari 2025, ia harus turun lebih awal.

Kehilangan Mbok Yem meninggalkan luka mendalam di hati banyak orang, terutama bagi para pendaki yang telah merasakan kasih sayangnya. Banyak yang menganggapnya sebagai bagian dari keluarga mereka sendiri.

Pemakaman Mbok Yem menjadi momen refleksi bagi banyak pendaki yang hadir, di mana mereka mengenang jasa dan kebaikan hati Mbok Yem yang telah menyentuh hidup mereka. Semoga kenangan akan Mbok Yem dan semangatnya akan terus hidup di hati setiap pendaki yang pernah merasakannya.

Posting Komentar