Kolonel Oleksandr Kindratenko, juru bicara Pasukan Operasi Khusus Ukraina, menyatakan, "Kehadiran pasukan DPRK tidak terlihat selama sekitar tiga minggu, dan mereka mungkin terpaksa mundur setelah mengalami kerugian besar."
Penasihat presiden Ukraina, Mykhailo Podolyak, menambahkan bahwa beberapa unit pasukan Korut telah ditarik dari garis depan setelah menghadapi kerugian yang berat. Diperkirakan sekitar 12.000 tentara Korut telah dikerahkan ke Rusia, dengan sekitar 4.000 di antaranya dilaporkan tewas atau terluka.
Pasukan Korut telah berada di Kursk sejak November 2024 dengan tujuan untuk mengusir pasukan Ukraina dari perbatasan selatan Rusia. Dalam sebuah pidato di Davos, Swiss, Presiden Ukraina, Volodymyr Zelensky, menyatakan, "Kami masih berada di wilayah Kursk; pasukan Rusia tidak cukup kuat untuk mengusir kami." Ia mencatat bahwa terdapat 60.000 tentara Rusia di Kursk dan 12.000 tentara Korut, dengan sepertiga dari pasukan Korut tersebut telah tewas.
Taktik yang digunakan oleh pasukan Korut diduga sangat brutal, dengan beberapa tentara memilih untuk meledakkan diri menggunakan granat daripada ditangkap oleh pasukan Ukraina. Seorang komandan dari Pasukan Operasi Khusus ke-6 yang tidak ingin disebutkan namanya mengatakan bahwa meskipun tentara Korut adalah pejuang muda yang terlatih, mereka tidak siap menghadapi teknologi modern seperti pesawat nirawak.
Meskipun demikian, ada laporan bahwa Korut menunjukkan kemampuan menembak yang baik, berhasil menjatuhkan pesawat nirawak dari jarak dekat, yang menunjukkan tingkat pelatihan tinggi. Namun, Rusia tampaknya lebih memilih menggunakan pasukan tersebut dalam peran infanteri, melakukan serangan darat meskipun menghadapi kerugian besar.
Institut Studi Perang (ISW) yang berbasis di AS melaporkan bahwa Ukraina baru-baru ini membuat kemajuan di Kursk. Sementara itu, Kementerian Pertahanan Rusia mengklaim bahwa pasukannya berhasil merebut kembali desa Nikolayevo-Daryino di wilayah Kursk.
Hingga saat ini, baik Moskow maupun Pyongyang belum mengonfirmasi keberadaan pasukan Korut di Rusia. Sebelumnya, Kim Jong Un dan Vladimir Putin menandatangani pakta pertahanan penting yang berjanji untuk memberikan bantuan militer jika salah satu pihak diserang. Perjanjian ini dipandang sebagai kebangkitan kembali kerjasama pertahanan era Perang Dingin.
Posting Komentar