Peng, manajer penjualan berusia 45 tahun, mengungkapkan, "Kami bisa menjual hingga satu juta pasang sepatu bot setiap tahun sebelum Donald Trump terpilih sebagai Presiden AS." Kebijakan tarif yang diterapkan selama masa kepemimpinannya memicu ketegangan dalam hubungan dagang antara AS dan China.
Kekhawatiran Perang Dagang
Setelah Trump terpilih kembali, para pengusaha di China bersiap menghadapi kebijakan tarif baru. "Kami khawatir dengan nasib kami," kata Peng, mencerminkan ketidakpastian yang melanda industri.
Perdagangan telah menjadi alat tawar-menawar bagi negara-negara Barat yang semakin waswas terhadap ambisi Beijing. Dengan perekonomian China yang lesu, negara ini bergantung pada ekspor. Trump berjanji akan mengenakan tarif tinggi pada barang-barang China, yang bisa berdampak besar pada industri sepatu.
Kenaikan tarif yang diumumkan baru-baru ini, termasuk tarif 10% tambahan, membuat banyak perusahaan besar seperti Nike dan Adidas memindahkan produksi mereka ke negara lain, seperti Vietnam. Peng mengatakan bahwa pemilik pabriknya juga mempertimbangkan untuk melakukan hal yang sama demi kelangsungan bisnis.
Meskipun langkah ini dapat menyelamatkan perusahaan, hal ini juga berarti banyak pekerja kehilangan mata pencaharian. Banyak karyawan di pabrik tersebut telah bekerja selama lebih dari 20 tahun, menciptakan ikatan kuat dengan tempat kerja mereka.
Dinamika Geopolitik dan Ekonomi
Peng menyadari bahwa dinamika geopolitik mempengaruhi kehidupan sehari-hari. Setelah tarif putaran keempat Trump yang menghantam barang-barang buatan China, jumlah staf di pabriknya menyusut dari lebih dari 500 menjadi sekitar 200 orang. Pabrik berusaha menekan biaya, tetapi hal ini mengakibatkan hilangnya pekerja terampil.
Pembuatan sepatu bot kini memakan waktu lebih lama dan membutuhkan ketelitian ekstra. Satu pasang sepatu bot memerlukan waktu hingga seminggu untuk diproduksi, dan bahan baku mahal sebagian besar diimpor dari AS.
Mencari Solusi di Tengah Ketidakpastian
Meskipun ada ancaman tarif, Peng berharap AS dan China dapat melakukan dialog untuk menjaga hubungan dagang tetap stabil. "Orang Amerika masih perlu membeli produk ini," ujarnya, sebelum melanjutkan pertemuan dengan pelanggan baru.
Sementara itu, pengusaha seperti Huang Zhaodong telah memindahkan pabriknya ke Kamboja untuk memenuhi permintaan dari raksasa AS seperti Walmart. Huang mencatat bahwa kenaikan tarif membuat banyak perusahaan China mencari lokasi produksi di luar negeri.
Dengan ketidakpastian yang terus berlanjut dalam hubungan dagang antara AS dan China, industri sepatu di China menghadapi tantangan besar. Meskipun beberapa perusahaan memilih untuk pindah, dampaknya terhadap para pekerja dan komunitas lokal tetap menjadi perhatian utama. Pengharapan akan dialog yang konstruktif bisa menjadi kunci untuk menghindari perang dagang yang lebih luas.
Posting Komentar